Budaya Organisasi UMKM Pangan Terkait Industri Halal di Jawa Timur Bagian I.

    Budaya organisasi merupakan karakteristik yang dicerminkan oleh setiap anggota organisasi organisasi dalam bidang usaha tertentu. Budaya ini penting untuk memotivasi dan meningkatkan efektivitas kerja organisasi. Budaya organisasi merupakan penentu arah organisasi untuk mencapai tujuan Bersama.  Melalui budaya organisasi yang baik maka performa tiap individu pendukung dalam organisasi dapat ditampilkan secara maksimal. Dalam kajian ini peneliti mengobservasi budaya organisasi pada UMKM terkait tata aturan untuk menyambut era industry halal pada UMKM Jawa Timur.

    Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh para peneliti, dapat disimpulkan bahwa Sebagian besar para pelaku UMKM setuju dengan adanya pemberlakuan SOP terkait bahan baku, pengolahan dan distribusi produk akhir, menyetujui adanya pelatihan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pelaku UMKM, setuju dengan penerapan GMC (Good Manufacturing Practices) dan HACCP, dan perusahaan harus mengurus sertifikasi kehalalan.

    Uraian hasil penelitian bagian I dijabarkan pada paparan berikut ini.

1. SOP Pembelian Bahan Baku, Pengolahan dan Distribusi di Perusahaan Ini Telah Mencantumkan Poin Terkait Jaminan Kehalalan Produk Akhir. 

    Organisasi pada industri halal harus menetapkan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen halal dan penerapannya di ruang lingkup yang telah ditetapkan oleh organisasinya. Pada pelaku usaha Industri halal dalam tahapan proses membangun bisnis maka diperlukan manajemen bisnis yang bagus dari semua sisi, terutama dengan penerapan Standard Operating Procedure (SOP) yang akan mengatur kelancaran kegiatan operasional sebuah usaha. Standard Operating Prosedur (SOP) pada dasamya adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilifas proses yang dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi berjalan secara efisien dan efektif, konsisten, standar dan sistematis. Dengan adanya sistem manual standar atau (SOP) diharapkan dapat meningkaikan efisiensi dan efektifitas kinerja layanan yang diberikan oleh pelaku usaha makanan dan minuman di Jawa Timur. Sesuai dengan gambar 4.5.1 dapat diketahui bahwa pelaku usaha mamin mikro di  Jawa Timur 87,34 % setuju adanya SOP terkait pembelian bahan baku, pengolahan dan distribusi prodük akhir. Hal ini menunjukan bahwa pelaku usaha mikro di Jatim mempunyai budaya halal yang baik terkait jaminan kekahalalan produk.

2.  Perusahaan Memberikan Bimbingan dan Pelatihan Terkait Pemahaman Produk Halal bagi Seluruh Karyawan. 

    Kualitas sumber daya manusia mencapai bagian lahir dan batin, yang menjadi tolok ukur kinerja karyawan. Tolok ukur yang digunakan untuk menjadi acuan kinerja karyawan di perusahaan salah satunya adalah kinerja karyawan dan pendapatan penghasilan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia berdampak baik terhadap pendapatan penjualan produk perusahaan, sedang pengelolaan sumber daya manusia yang tidak baik juga berpengaruh terhadap kurangnya pendapatan penjualan produk perusahaan. Oleh karena itu, bagi pelaku usaha prodük halal diperlukan pemahaman yang baik pada seluruh karyawan terkait pemahaman prodük halal. Kebijakan kepemimpinan yang kurang mengabaikan motivasi kinerja karyawan berkurang. Berdasarkan Gambar 4.5.2 dapat diketahui bahwa pelaku usaha mikro mamin di Jawa Timur 93,67% menyetujui adanya pelatihan untuk meningkatkan kompetensi sumber dayanya sehingga budaya organisasi pada pelaku usaha di Jawa Timur telah melakukan budaya yang baik terhadap kopetensi karyawannya.

3. Perusahaan Menerapkan Standar GMP dan HACCP dalam Seluruh Proses Pengelolaan Pangan Secara Ketat. 

    Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2005). GMP wajib diterapkan oleh industri yang menghasilkan produk pangan sebagai upaya preventif agar pangan yang siap dikonsumsi tersebut bersifat aman, layak, dan berkualitas. Penerapan GMP dapat mengacu berbagai referensi, namun sejauh ini penerapan GMP menggunakan peraturan yang diterbitkan oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sesuai dengan jenis produk yang di hasilkan. (O Zakiyah, AB Yushila, MT YKP). HACCP adalah suatu sistem pencegahan untuk menjamin keamanan pangan dengan melakukan analisis terhadap kemungkinan yang terjadi bahaya pada sistem produksi serta tindakan pengawasan terhadap titik pengendalian kritis (R Febriana, GD Artanti - Media Pendidikan, Gizi, dan Kuliner, 2009). Sesuai dengan gambar 4.5.3. diketahui bahwa pada pelaku usaha mikro mamin di Jawa Timur 70,89% setuju adanya penerapan GMP dan HACCP sehingga dapat diketahui bahwa sebagian besar pelaku usaha mempunyai budaya baik dalam melaksanakan control terhadap kualitas produksinya.

4.  Perusahaan Mengurus Sertifikasi Halal Setiap Produk Pangan yang diproduksi dan Memperbaharuinya Sesuai Ketentuan yang Berlaku. 

    Sertifikat halal adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari'at Islam. Adapun masa berlakunya selama 2 tahun dan disarankan untuk diperbaharui kembali jika telah habis masa berlakunya. Tujuan dari sertifikasi halal adalah adanya pengakuan secara legal formal bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal. (D Nukeriana, 2018). Sesuai dengan gambar 4.5.4 diketahui bahwa 93,67 % Pelaku usaha mikro Mamin di Jawa Timur menyatakan setuju bahwa perusahaan harus mengurus sertifikat halal sehingga dapat dikatakan budaya pelaku usaha Jawa Timur terkait mengurus sertifikat halal adaiah baik.

Berlanjut ke postingan berikutnya...

Sumber Berita: Tim Ahli Pusat Studi Jawa Timur (24/05).